Jakarta - Penjahat cyber di sejumlah negara sudah mulai melakukan berbagai serangan dengan teknik canggih. Mulai dari menyerang fasilitas nuklir, melumpuhkan layanan, hingga mengganggu jalur internet secara global. Bagaimana dengan di Indonesia?
Sekitar 2 tahun lalu para pengguna internet dihebohkan dengan munculnya virus Stuxnet. Bukan sekadar virus biasa, ini adalah program jahat yang dirancang untuk menyerang fasilitas yang menggunakan sistem otomatis berbasis SCADA. Kebetulan salah satu fasilitas di Iran menggunakan sistem ini dan nyaris menjadi korban.
Kemudian ada juga serangan yang ditujukan langsung untuk salah satu perusahaan. Sebut saja Sony, jaringan PlayStation mereka berhasil diretas. Padahal sistem ini terbilang sudah terlindungi dengan baik dan hanya dibuat hanya untuk konsol game.
Serangan terbaru terjadi pada SpamHaus, sebuah kelompok nirlaba di London dan Jenewa yang bertujuan untuk membantu penyedia surat elektronik menyaring surat sampah dan konten yang tidak diinginkan.
Namun ada pihak yang menganggap mereka telah menyalahgunakan posisinya untuk memutuskan apa yang boleh dan tidak boleh di internet. Alhasil, lembaga tersebut menjadi bulan-bulanan hacker yang mengakibatkan lumpuhnya jaringan internet di wilayah Eropa.
Itu berbagai serangan cyber canggih yang ada di luar sana, bagaimana kondisinya di Indonesia?
"Serangan di Indonesia beragam, bahkan pemerintah mengakui pernah diserang hingga ribuan kali sehari. Tapi saya tidak tahu apakah itu benar menyerang atau cuma scanning," Yudi Arijanto, Consulting Manager Trend Micro.
Untungnya, di Indonesia kejahatan cyber masih lebih banyak menggunakan cara konvensional. Sehingga aksi tersebut lebih mudah diatasi.
"Untuk kalangan pemerintah kebanyakan memang masih deface, lalu dari sisi consumer biasanya yang menyerang virus atau malware. Tapi saya yakin serangan di Indonesia akan terus berevolusi," tandas Yudi di kantor Trend Micro Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar